Jumat, 26 Desember 2014

PRINSIP DAN PRODUK BERBASIS GADAI

RESUME
PRINSIP DAN PRODUK BERBASIS GADAI

A. Pegadaian Konvensional
Pegadaian Konvensional (Umum) adalah suatu hak yang diperbolehkan seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang, seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya ada saat jatuh tempo.
Perusahaan umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai.
B. Pengertian Pegadaian Syariah (Rahn)
Gadai Syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah atau rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas hutang/pinjaman atau marhun bih yang diterimannya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atas sebagian piutangnya. Menurut A.A. Basyir, Rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.
Menurut Imam Abu Zakaria Al Ansari, rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta untuk kepercayaan dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari harga benda marhun itu apabila marhun bih tidak dibayar. Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu bakar Al Husain mendefinisikan rahn sebagai akad/perjanjian utang-piutang dengan menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhun bih dan murtahin berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat itu menuntut haknya. Barang yang dapat dijadikan jaminan utang adalah semua barang yang dapat diperjualbelikan, artinya semua barang yang dapat dijual itu dapat digadaikan.
Berdasarkan definisi di atas, disimpulkan bahwa rahn itu merupakan suatu akad utang-piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan marhun bih, sehingga rahin boleh mengambil marhun bih.
Pinjaman dengan menggadaikan marhun sebagai jaminan marhun bih dalam bentuk rahn itu dibolehkan, dengan ketentuan bahwa murtahin, dalam hal ini Pegadaian Syariah, mempunyai hak menahan marhun semua marhun bih dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin, yang pada prinsipnya tidak boleh dimanfaatkan murtahin, kecuali dengan seizin rahin, tanpa mengurangi nilainya, serta sekedar sebagai pengganti biaya pemeliraharaan dan perawatannya. Biaya pemeliharaan dan perawatan marhun adalah kewajiban rahin, yang tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah marhun bih. Apabila marhun bih telah jatuh tempo, maka murtahin memperingatkan rahin untuk segera melunasi marhun bih, jika tidak melunasi marhun bih, maka marhun dijual terpaksa melalui lelang sesuai syariah dan hasilnya digunakan untuk melunasi marhun bih, biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun yang belum dibayar, serta biaya pelanggan. Kelebihan hasil pelanggan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
C. Aplikasi Akad Rahn
Sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, rahn tidak hanya berlaku antar pribadi melainkan juga antar pribadi dan lembaga keuangan seperti bank.
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut:
1. Produk Pelengkap
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap artinya sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’al-murabahah. Bank dapat menahan barang sebagai konsekuensi akad tersebut.
2. Produk Tersendiri
Akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensioanal. Bedanya dengan gadai biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga tetapi yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan serta biaya penaksiran yang dipungut dan ditetapkan diawal perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian gadai biasa, nasabah dibebankan juga bunga pinjaman yang dapat terakumulasi dan berlipat ganda.
D. Perbandingan Gadai Syariah (rahn) dengan Gadai konvensional
Secara prinsip, pegadaian konvensional berbeda dengan gadai syariah, berikut adalah tabel perbedaannya :
Perbandingan
Gadai dengan Rahn (Gadai Syari’ah)

INDIKATOR
RAHN (GADAI SYARI’AH)
GADAI KONVENSIONAL

Konsep
Dasar
Tolong Menolong (Jasa Pemeliharaan Barang Jaminan)
Profit Oriented (Bunga dari Pinjaman Pokok / Biaya Sewa Modal)

Jenis
Barang Jaminan
Barang Bergerak & Tidak Bergerak
Hanya Barang Bergerak

Beban
Biaya Pemeliharaan
Bunga (dari pokok pinjaman)

Lembaga
Bisa Dilakukan Perseorangan
Hanya bisa dilakukan oleh lembaga (perum Pegadaian)

Perlakuan Di jual (kelebihan dikembalikan kepada yang memiliki barang) Di lelang

Dari tabel di atas tertulis bahwa konsep dasar gadai syari'ah adalah tolong menolong. Pada dasarnya, ketika seseorang menggadaikan barang, sudah tentu dalam kondisi kesusahan. Karenanya, dalam mekanisme gadai syari'ah tidak membebankan bunga dari pinjaman. Dalam gadai dengan prinsip syari'ah, orang yang menggadaikan barangnya hanya diberikan kewajiban untuk memelihara barang yang dijadikan jaminan. Pemeliharaan barang jaminan, tentu merupakan kewajiban pemilik barang. Akan tetapi, untuk memudahkan maka pemeliharaan diserahkan kepada pegadaian dengan konsekuensi ada biaya pemeliharaan sebagai pengganti kewajiban pemilik barang dalam pemeliharaan. Besar kecilnya biaya, tidak tergantung besar kecilnya dana yang dipinjam. Akan tetapi, dilihat darinilai taksiran barang yang digadaikan. Berbeda halnya dengan pegadaian konvensional, dimana bunga di tarik dari besar kecilnya dana yang dipinjamkan.
Dilihat dari segi barang jaminanya, gadai syariah bisa berupa barang dan barang yang tidak bergerak sedangkan dalam pegadaian konvensional, hanya boleh menjaminkan barang bergerak saja. Pada pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional berbeda barang jaminan dengan gadai sehingga pegadaian konvensionl tidak bisa melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpanan.
Aplikasi dalam Perbankan
a. Sebagai produk pelengkap
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
b. Sebagai produk tersendiri
Dibeberapa negara islam termasuk diantaranya adalah malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.


Sumber :
http://imelblogku.blogspot.com/2014/10/bab-i-pendahuluan-a.html
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.
Rais Sasli, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005.
RivaiVeithzal ,Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Susanto Burhanuddin, Hukum Perbankan Syariah diIndonesia, Yogyakarta: UII press, 2008.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani, 2001

2 komentar: