Jumat, 26 Desember 2014

PRINSIP DAN PRODUK BERBASIS AL-WADIAH

RESUME
PRINSIP DAN PRODUK BERBASIS AL-WADIAH


1. Pengertian Al-Wadiah
Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan atau simpanan di kenal dengan prinsip al-wadiah. Al-wadiah dapat di artikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. (dalam buku syafii antonio: 85)
Dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah : 283
Artinya :” jika sebgian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (urungnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhanya.”
An-Nisa: 58
Artinya :” sesungguhnya allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan), kepada yang berhak menerimanya.”
Dalam simpanan wadiah, bank menjaga uang anda dan membayarkanya kembali kepada anda sesuai permntaan. Tidak seperti simpanan konvensional, rekening wadiah tidak menjajnjikan imbalan jasa tetap meskipun bank memiliki wewenang atau direksi untuk memberi anda (hibah)/ hadiah. Karena bank memiliki wewenang, anda secara teori mungkn tidak mendapatkan imbalan sama sekali.
Dalam praktek, bank secara umum memang menawarkan hibah dalam bentuk tertentu. Jika bank syariah tidak melakukan hal demikian, akan sulit bagi mereka menarik dana dari nasabah. Akan tetapi, pada saat yang sama bank-bank syariah tidak bisa berjanji bahwa mereka pasti akan memberikan hibah kepada nasabah.
2. Ijma
Pada dasarnya, penerimaan simpanan adalah yad al-amanah (tangan amanah), artinya ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan (karena faktor-faktor di luar batas kemampuan). Hal ini telah dikemukakan oleh rasullulah dalam suatu hadist.
“jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjaman yang tidak menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut.”
Akan tetapi, dalam aktivitas perekonomian moderen, si penerima simpanan tidak mungkin akan mengidlekan aset tersebut, tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Karenanya, ia harus meminta izin dari si pemberi titipan untuk kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan catatan ia menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh. Dengan demikian, ia bukan lagi yad al-amanah, tetapi yad adh-dhamanah (tangan penanggung) yang bertanggung jawab atas segala kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang tersebut.
Ciri risiko dan imbalan hasil wadiah yad amanah


Risiko Ada kemungkinan, meskipun kecil, anda mendapatkan lebih sedikit dari apa yang anda simpan. Meskipun bank berjanji untuk melindungi dan menjaga uang anda, bank tidak memberikan jaminan 100% untuk membayar kembali uang anda.
Imbal hasil Tidak ada imbal hasil moneter yang dimungkinkan karena bank sekedar sepakat untuk menjaga uang anda.
3. Aplikasi perbankan
Dalam hal ini mengacu kepada yad adh-dhamanah sebagai konsekuensi dari yad adh-dhamananah, semua keuntungan yang di hasilkanya dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga ia adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagian imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, demikian juga fasilitas-faslitas giro lainya.
Demikian, bank sebagai penerima titipan, sekaligus juga pihak yang telah memanfaatkan dana tersebut, tidak dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentase secara advance tetapi betul-betul merupakan kebijakan dari manajemen bank.
Ciri risiko dan imbalan hasil wadiah yad dhamanah
Risiko Simpanan pokok anda dijamin. Sehingga anda tidak mendapatkan kurang dari apa yang anda simpan.
Imbal hasil Imbal hasil yang tidak pasti diberikan sesuai dengan diskresi bank.

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw. Yang diriwayatkan dari abu rafie bahwa Rasulullah saw. Pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Diberikanya unta kurban (berumur sekitar dua tahun). Setelah selang beberapa waktu, Rasulullah saw memerintahkan abu rafie untuk mengembaliakan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi abu rafie kembali kepada pemiliknya, tetapi abu rafie kembali kepada Rasulullah saw seraya berkata “ ya Rasululloh , unta yang sepadan tidak kami temukan yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat tahun”
Rasulullah saw berkata “ berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR.Muslim)
Dari hadist di atas jelas bahwa bonus sama sekali berbeda dari bunga , baik dalam prinsip maupun sumber pengambilan. Dalam praktiknya, nilai nominalnya mungkin akan lebih kecil,sama atau lebih besar dari nilai suku bunga.
Dalam dunia perbankan moderen yang penuh dengan kompetisi, insentif semacam ini dapat dijadikan sebagai banking policy dalam upaya merangsang semangat masyarakat dalam menabung, sekaligus sebagi indikator kesehatan bank terkait. Hal ini karena semakin besar nilai keuntungan yang diberikan kepada penabung dalam bentuk bonus, semakin efisien pula pemanfaatan dana tersebut dalam investasi yang produktif dan menguntungkan.



Sumber :
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani, 2001
Abdullah, daud vicary dkk. Buku Pintar Keuangan Syariah. Jakarta : Zaman, 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar