Senin, 31 Maret 2014

Produksi, Distribusi, Konsumsi

Produksi, Distribusi, Konsumsi

A. Produksi
Pengertian produksi
Menurut Al-Qur’an, Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa arab dengan kata “Al-intaj” yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadusillatin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produktif yang terbingkai dalam waktu yang terbatas. Dapat disimpulakan bahwa mengadakan atau mewujudkan sesuatu barang atau jasa yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia.
Etika Produksi dalam Islam
Nilai dan akhlak dalam ekonomi dan mu’amalah islam, maka akan tampak secara jelas dihadapan kita empat nilai utama yaitu: 1. Rabbaniyah (ketuhanan)
2. akhlak
3. kemanusiaan
4. pertengahan
Nilai-nilai ini megambarkan ke khas-an (keunikan) yang utama bagi ekonomi islam, bahkan dalam kenyataannya ke khas-an yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan berdasarkan ajaran islam. Makna dan nilai pokok ini memiliki cabang, buh dan dampak bagi seluru segi ekonomi dan mu’amalah islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi dan distribusi.
Dalam surat An-Nahal ayat : 67
Artinya : “dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demiikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”
Maksud dari ayat diatas manfaat buah-buahan yang dapat dimakan dan dapat menghasilkan minuman. Hanya saja minuman tersebut dapat berubah menjadi sesuatu yang buruk karena memabukan. Dari sisi lain karena wujudnya minuman itu diperlukan usaha manusia maka ayat ini menegaskan upaya manusia dengan menyatakan bahwa: “dan disamping susu yang merupakan minuman lezat, dai buah kurma dan anggur kamu juga dapat membuat sesuatu darinya. Yakni dari hasil perasnya sejenis minuman yang dapat memabukan dan rezeki yng baik dan tidak memabukan seperti perasaan anggur/kurma yang segar. Ayat ini adalah isyarat pertama lagi sepintas tentang keburukan minumn keras dan larangan memproduksi hal-hal yang memudharatkan. Jadi yang di produksi hendaknya yang bermamfaat saja bagi manusia.
B. Dristribusi
Pengertian Distribusi
Distribusi adalah kegiatan penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia. Pihak yang melakukan distribusi disebut distributor.
Adapun makna distribusi dalam ekonomi sangat luas yaitu mencangkup pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan. Dimana islam memperbolehkan kepemilihan umum dan kepemilihan khusus dan meletakan mating-mating, kaidah-kaidah, untuk mendapatkan dan mempergunakannya, dan kaidah-kaidah untuk warisan, hibah dan wasiat, sedangkan sebagaimana ekonomi islam juga memiliki politik dalam distribusi pemasukan, baik antar unsur-unsur produktif maupun antara individu masyarakat dan kelompok-kelompoknya disamping pengambilan distribusi dalam sistem jaminan sosial yang disampaikan dalam ajaran islam.
Tujuan Distribusi Dalam Islam
Ekonomi Islam datang dengan system distribusi yang merealisasikan beragam tujuan yang mencakup berbagai bidang kehidupan, dan mengikuti politik terbaik dalam merealisasikan tujuan – tujuan tersebut. Secara umum dapat kami katakana bahwa system distribusi ekonomi dalam ekonomi islam mempunyai andil bersama system dan politik syariah lainnya-dalam merealisasikan beberapa tujuan umum syariat islam. Dimana tujuan distribusi dalam ekonomi islam di kelompokkan kepada tujuan dakwah, pendidikan, sosial dan ekonomi.
Etika Distribusi Dalam Al-Qur’an
Dalam Islam, setiap orang dilarang menumpuk-numpuk atau menimbun-nimbun harta kekayaan. Larangan ini selain karena pertimbangan bahwa menimbun dan menumpuk kekayaan itu merupakan sikap yang berlebihan dan tamak, juga karena penimbunan barang-barang kekayaan itu dapat menghambat kelancaran arus distribusi barang-barang, dan ini mengganggu stabilitas ekonomi.
وَيْلٌلِكُلِّهُمَزَةٍلُمَزَةٍ(۱) الَّذِيجَمَعَمَالًاوَعَدَّدَهُ(۲) يَحْسَبُأَنَّمَالَهُأَخْلَدَهُ(۳)
Artinya: "Celakalah bagi setiap pengumpat dan pecela yang mengumpulkan harta kekayaan dan menghitung-hitungnya; dia mengira bahwa hartanya itu akan dapat mengekalkan dirinya." (QS al-Humazah, 104: 1-3).
Dalam hal distribusi Kekayaan, Islam juga telah menggariskan mengenai bagaimana proses dan mekanisme distribusi kekayaan di antara seluruh lapisan masyarakat agar tercipta keadilan dan kesejahteraan. Instrumen distribusi kekayaan dalam Islam melalui beberapa aturan yaitu :
1. Wajibnya muzakki (orang yang berzakat) membayar zakatnya dan diberikan kepada kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) khususnya kalangan fakir-miskin.
2. Hak setiap warga negara untuk memanfaatkan kepemilikan umum. Negara berhak mengelola secara optimal dan efisien serta mendistribusikannya kepada masyarakat secara adil dan proporsional.
3. Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal bagi yang memerlukannya.
4. Pemberian harta waris kepada ahli warisnya.
5. Larangan menimbun emas dan perak sekalipun telah dikeluarkan zakatnya.
Pemberlakuan aturan dalam pendistribusian kekayaan secara adil akan menjaga kemungkinan terjadinya ketimpangan pendapatan diantar anggota masyarakat. Di satu sisi ada kesempatan dan peluang bagi individu yang kreatif dan punya potensi untuk dapat memiliki kekayaan dalam jumlah yang banyak tanpa harus melakukan praktik ekonomi yang tidak benar seperti monopoli, KKN dan sebagainya dan di sisi lain negara akan menjaga agar jangan sampai ada anggota masyarakat yang tidak mampu.
Adapun hadist mengenai etika distribusi
عن أبي هريرةرضِيَ اللُّه قال:قال رسولُ اللهِ:مَنْ احْتكَرَ حُكْرَةً يُرِيدُ أَنْ يُغْلِيَ بِهَا عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ فَهُوَ خَا طِئُ.(رواه أَحْمَدُ).
Artinya: Dari Abu Hurairah R A,ia berkata,’’Rasulullah SAW bersabda,Barang siapa menahan suatu barang (dagangan) dengan maksud agar harganya mahal terhadap kaum muslimin,maka ia telah durhaka.’’(HR.Ahmad)
Maksud dari hadist di atas bahwa bila kita menimbun suatu barang dengan alasan yang tidak masuk akal karena ingin mempunyai keuntungan yang besar maka semua itu haram karena ketika orang itu menjual barang yang di timbun tersebut dengan harga yang berlipat maka hasil nya yang berlipat itu yang menjadikan suatu barang itu haram. Allah pun tidak menyukai orang yang melebih-lebihkan harta.
C. Konsumsi
Pengertian Konsumsi
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Ajaran Islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan umat manusia agar membelanjakan harta sesuai kemampuannya. Pengeluaran tidak seharusnya melebihi pendapatan dan juga tidak menekan pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah pada kebakhilan. Manusia sebaiknya bersifat moderat dalam pengeluaran sehingga tidak mengurangi sirkulasi kekayaan dan juga tidak melemahkan kekuatan ekonomi masyarakat akibat pemborosan.
Prinsip Konsumsi:
a. Halal
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مَشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ
وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ إِنَّ حِمَى اللهِ فِى أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ
وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
Artinya:
“Nabi SAW bersabda: “Halal itu jelas,haram juga jelas,di antara keduanya adalah subhat,tidak banyak manusia yang mengetahui. Barang siapa menjaga diri dari subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan harga dirinya,barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka ia diibaratkan pengembala disekitar tanah yang di larang yang dihawatirkan terjerumus. Ingatlah sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi larangan. Larangan Allah adalah hal yang di haramkan oleh Allah, ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu adalah hati.”
Ibnu Katsir berkata, Allah menjelaskan tentang tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Memberi kepada seluruh makhluknya. Dia kemudian memberitahukan akan izin-Nya terhadap segala sesuatu (sumber daya) yang ada di bumi untuk dimakan dengan syarat halal, selama tidak membahayakan akal dan badan.
Halal yang murni, misalnya adalah buah-buahan, binatang sembelihan, minuman sehat, pakaian dari kapas atau wol, pernikahan yang sah, warisan, rampasan perang dan hadiah.
Haram yang murni misalnya bangkai, darah, babi, arak, pakaian sutra bagi kaum lelaki, pernikahan sesama mahram, riba, hasil rampok dan curian.
Sementara diantara keduanya adalah syubhat. Syubhat adalah beberapa masalah yang diperselisihkan hukumnya, seperti daging kuda, keledai, biawak, minuman anggur yang memabukkan apabila banyak, pakaian kulit binatang buas.
Kewajiban seorang hamba adalah menjauhi segala bentuk syubhat dan syahwat (keinginan) yang diharamkan, membersihkan hati dan anggota badannya dari segala hal yang dapat melenyapkan iman. Hal itu dilakukan dengan memperbaiki hati dan anggota badannya sehingga akan semakin kuat hatinya.
b. Makan dan Minum secukupnya
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ الْآدِمِّي لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتْ الْآدَمِيِّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَا
وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda:” Anak Adam tidak mengisi penuh suatu wadah yang lebih jelek dari perut,cukuplah bagi mereka itu beberapa suap makan yang dapat menegakan punggungnya, apabila kuat keinginannya maka jadikanlah sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, sepertiga untuk dirinya atau udara.”
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang seringkali menahan rasa lapar dan dahaga. Bukan karena mereka tidak mampu untuk mengkonsumsinya, tetapi karena Allah SWT telah menetapkan bahwa jalan ini adalah jalan yang paling utama untuk ditempuh oleh Rasulullah dan para pengikutnya. Inilah yang dilakukan oleh Ibnu Umar r.a. dan Umar Bin Khattab r.a. Padahal mereka mampu dan memiliki banyak makanan.

RESUME AYAT DAN HADIST TENTANG BEKERJA

RESUME
AYAT DAN HADIST TENTANG BEKERJA



Pengertian Bekerja
Bekerja yaitu suatu kegiatan yang di lakukan manusia dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam QS. Al-jumu’ah ayat 10
Artinya: “apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Maksud dari ayat diatas bahwa bila sudah terdengar adzan kita sedang beraktifitas maka simpanlah pekerjaan itu untuk kalian beribadah kepada Allah dan janganlah kalian menunda-nunda shalat karena Allah tidak menyukai orang yang suka melalikan shalat, maka dari itu kita sebagai umat islam harus menaati aturan yang sudah diperintahkan Allah swt.


Etika kerja dalam islam
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon dalam bekerja. Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa“sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maksud dari hadist diatas bahwa, Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Niat juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara taqwa dengan iman berarti mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada wilayah kemashlahatannya sendiri. Bukan kaitannya dalam pembangunan individu, kepatuhan kepada Allah SWT serta pengembangan umat manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa. Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman.
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.

Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali)
Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah: 172)
Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alat-alat produksi


Senin, 10 Maret 2014

ayat dan hadist tentang riba

RIBA


A.    Definisi Riba
Riba secara bahasa bermakna : ziyadah (tambahan). Dalam pegertian lain, secara liguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat menjelaskan riba, namun secara umun terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli ataupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.
Ibnu al-Arabi, Al-Malik dalam kitabnya. Ahkam al-qur’an menjelaskan
“pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat al-qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi penggati atau penyeimbang yang dibenarkan syariah”
Yang dimaksud dengan transaksi penggat atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagihasil proyek. Dalam transaksi sewa , si penyewa membayar upah sewa karena adanya mamfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena pengguanaan si penyewa.
B.     Larangan Riba Dalam Al-qur’an
Larangan riba yang terdapat dalam al-qur’an dan tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan empat tahap:
1)      Surat Ar-Ruum (39)
Artinya : “dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak manambah pada sisi allah, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudnkan untuk mencapai keridhaan allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan  (pahalanya)
      Maksud dari ayat diatas, bahwa menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai perbuatan memdekati kepada allah SWT.
2)      Surat an-nisa (160-161)
Artinya : “maka, disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulu-dahulunya) dihalalkan bagi mereka dan karena mereka sempat menghalangi (manusia) dari jalan allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhanya mereka telah dilarang darinya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil kami telah mennyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.
      Maksud dari ayat yang di atas, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba.
3)      Surat  Ali Imran :130)
Artinya : “hai orang-orang uyang berimanm, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
      Maksud dari ayat di atas riba di haramkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan penomena yang banyak dipraktikan pada masa tersebut. Ayat yang diatas tadi bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu.
4)      Surat Al-Baqarah :278-279)
Artinya : hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggallkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
            Maksud dari ayat di atas, bahwa dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.
C.    Larangan riba yang terdapat dalam hadist
Artinya : “diriwayatkan oleh ibnu said al-khudri bahwa rasulullah SAW bersabda “ emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam bayaran harus dari tangan ke tangan. Barang siapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba, penerima dan pemberi sama-sama bersalah. “ (HR. Muslim no 29, dalam kitab al masaqqah)

Maksud dari hadist di atas,  bahwa apabila kita meminjam emas maka harus dibayar dengan emas pula (dengan sejenis barang yang kita pinjam), perang dengan perak pula, dan sebagainya akan tetapi dalam hal pengambilanya harus secara kontan maksud nya harus memberikan langsung ke orang yang meminjamkan karena apabila si peminjam memberikan barang tersebut bukan kepada orang yang bersangkutan ditakutkan ada hal yang tidak kita inginkan misalnya orang itu tidak jujur atau tidak memberikan barang tersebut kepada orang yang meminjamkan itu, maka harus dengan orang yang bersangkutan atau langsung ketangan orang yang meminjamkan, apabila orang yang meminjamkan meminta tambahan lebih dari yang dipeinjamkan misalnya 10gram menjadi 12gram maka itu yang 2gram lagi disebut riba hukumnya haram, apabila orang yang meminjamkan dan osi penimjam itu tetap menambahkan kedua orang tersebut berdosa besar dan haram karena Allah sudah memberi tahu kepada kita bahwa yang namanya riba itu haram di makan maupun kita pakai.

Senin, 03 Maret 2014

AYAT DAN HADIST TENTANG HAK MILIK



RESUME
TENTANG HAK MILIK

Dalam Hadist riwayat Abu Hurairah Radhiyallahuanhu belia berkata:
datang seorang laki-laki kepada rasulullah SAW dan menanyakan “ ya, rasulallah ! bagaimana menurutmu, kalau datang seseorang hendak mengambil hartaku?” jawab nabi “ jangan engkau berikan hartamu kepadanya ! tanya laki-laki “ bagaimana menurutmu, kali memerangiku ? nabi menjawab “ perangi dia “ tanya laki-laki “ bagaimana kalau dia membunuhku ? nabi menjawab “ maka engkau mati syahid “ laki-laki bertanya bagimana kalau saya membunuhnya? Nabi menjawab “maka dia masuk neraka.” (HR. Abu hurairah Radhiyalahuan)
            Isi dari sebuah hadist tersebut menjelaskan bahwa harta milik kita harus kita pertahankan karena sesungguhnya harta itu milik kita dan kita berhak atas semua harta itu dan apabila ada orang yang mau mengambilnya maka harta yang bukan hak miliknya harta itu tidak akan berkah bagi yang mengambilnya. Dan kita sebagai orang yang mempunyai harta itu, kita harus mempertahankan semampu kita atau pepatah bilang samapai darah penghabisan pun akan raih karena itu semua milik kita dan kita berhak untuk memilikinya.
            Selain hadist yang di atas ada juga terdapata dal Al-qur’an surat An-Nisa ayat 2 tentang hak milik anak yatim
Yang artinya :
dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar”.
            Maksud dari ayat ini bahawa jangan sesekali kita mengambil hak orang lain yang bukan hak kita apalagi kalau kita mengambil hak anak yatim sesungguhnya semua itu adalah dosa besar karena allah tidak menyukai perbuatan keji seperti itu apalagi kalau kita menukarnya yang tadinya baik menjadi buruk sangat dosa besar bagaimana kalau itu semua misalkan ada di keluaraga kita yang anak yatim, orang yang sepertiitu mengambil dengan bukan hak nya tidak mempunyai hati nurani dan allah juga akan menghukum orang-orang yang seperti itu di akhirat nanti tentu saja tidak di akhirat di dunia pun akan di siksa dengan yang lebih dari perbuatanya.
            Selain ayat yang diatas terdapat lagi dalam QS. An-Nur :33
Artinya : “ dan berikanlah kepada mereka sebagian harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.” ( QS. An-Nur:33)
Maksudnya harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia hanayalah tangan suruhan untuk menjadi khalifah,hak menjadi khalifah Allah dalam harta, dari pengertian hak khalifah umum yang diperuntutkan bagi manusia.

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 30
Artinya: “ ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat” seseungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
Maksudnya kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dalam harta, pada hakikatnya menunjukan bahwa manusia merupakan wakil atau petugas yang bekerja pada Allah demi kebaikan seluruh masyarakat islam. Oleh karena itu, menjadi kewajiban manusia sebgai khalifah-khalifah Allah untuk merasa terikat dengan perintah-perintah dan ajaran-ajaran Allah tentang harta ini serta mau menempatinya.

AYAT DAN HADIST TENTANG HARTA



RESUME
AYAT-AYAT DAN HADIST TENTANG HARTA


Dalam QS. Ali Imran ayat 14 yang menerangkan tentang harta artinya :
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak,harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Maksud dari sebuah surat Ali Imran ayat 14 itu bahwa kepemilikan pribadi dalam pandangan islan tidaklah bersifat mutlak atau absolut (bebas tanpa kendali batas). Ajaran islam sangat menjungjung tinggi kemerdekaan seseorang untuk memiliki sesuatu, selama semua itu tidak bertentangan dengan syariat islam. Seseorang bebas menginvestasikan hartanya dan meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dengan catatan harus dengan jalan yang dibenarkan syariat islam. Kedudukan harta dalam islam merupakan sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak nanti dihadapan Allah SWT dan digunakan untuk kemaslahatan dirinya dan masyarakat.
Selain surat Ali Imran ayat 14 ada juga dalam surat Al-Baqarah ayat 272 yang artinya :
bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendakinya. Dan apa saja harta yang baik kamu nafkahkan (dijalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu leainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberikan pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
            Maksud dari surat Al-Baqarah ayat 272, bahwa sesungguhnya untuk menafkahi sanak anak dan istrimu yaitu berupa harta yang baik menurut islam dan jangan kamu menafkahi anak dan istrimu harta yang merugikanmu sesungguhnya semua itu tidak baik dan Allah pun tidak akan menyukainya, maka dari itu bagi kaum adam jangnalah sekali-kali kamu melenceng dari aturan atau ajaran islam yang telah Allah perintahkan, misalnya walaupun harta itu sedikit untuk menafkahi sanak saudaramu,a anak-anakmu dan istri-istrimu pasti harta itu akan berkah karena mencarinya dengan cara yang halal tetapi tidak menutupi kemungkinan dengan sebaliknya walaupun harta itu besar menurut pandangan manusia tetapi menurut Allah semua itu salah karena tidak sesuai dengan ajaran Allah yang telah di perintahkan. Maka dari itu nafkahilah anak-anakmu dan istri-istrimu dengan cara yang halal dan kamu yang mencari nafkah akan mendapatkan pahala tersendiri oleh Allah SWT.
            Selain tertera dalam Al-Qur’an ada juga sebuah hadist yang menjelaskan tentang harta mislanya yang saya temukan dalam hadist Muslim yang artinya :
anak adam berkata “ Hartaku... hartaku..” Nabi SAW bersabda : “adakah hartamu, hai anak adam kecuali yang telah kamu belanjakan untuk makan atau membeli sandang lalu kumal atau sedekah lalu kamu tinggalkan”. (HR Muslim)
Maksud dari hadist riwayat muslim bahwa sesungguhnya harta yang abadi adalah harta yang disedekahkan untuk orang yang memerlukannya, karena nanti harta itu akan menjadikan saksi bisu kita nanti kelak di akhirat.
Selain itu ada sebuah ayat Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 29 menegaskan tentang harta yang batil.
Yang artinya :
“ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalahmSaha penyayang kepadamu.”
            Maksud dari ayat diatas bahwa tidak boleh memakan harta sesama (saudara) karena itu semua dosa besar, karena sesungguhnya Allah telah memberikan kepada umatnya tentang harta nya masing-masing dan apabila harta itu belum ada (belum bisa dinikmati), akan tetapi bukan tidak ada tetapi Allah belum menurunkannya kepada umat tersebut, akan tetapi bila mana kamu mengambil hak orang lain yang bukan hak kita, apabila orang yang mempunyai hartanya itu saling ridho untuk diambil sebagian hartanya tidak ada apa-apa karena saling ridho tetapi bila mana orang yang mempunyai harta itu tidak ridho orang tersebut berdosa besar karena mengambil yang bukan hak nya dan harta tersebut tidak akan menjadi berkah dan sering kali harta itu diambil lagi (Allah SWT).