Sabtu, 08 November 2014

PRINSIP DAN KONTRAK JUAL BELI

RESUME
PRINSIP  DAN KONTRAK JUAL BELI

Bentuk-bentuk akad jual beli para ulama dalam fiqih mu’amalahnya islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan jika tidak puluhan. Dari sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’i al murabahah, bai’i as-salam, dan bai’i al istishna. Yang akan kita bahasa sekarang tentang aplikasi bai’i murabahah.
A.    Pengertian Bai’i al-murabahah
Bai’i al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’i al-murabahah, penjual harus memberi  tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahanya.
Bai’i al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan bisa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembeli (KKP). Dalam kitab al-umm, imam syafi’i menamai transaksi sejenis ini dengan istilh al-aamir bisy-syira.
B.     Syarat Bai’i al-murabahah
1.      Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
2.      Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukunyang ditetapkan
3.      Kontrak harus bebas dari riba
4.      Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
5.      Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
Secara prinsip, jika syarat dalam 1,4,atau 5 tidak dipenuhi pembeli memiliki pilihan:
1.      Melanjutkan pembeli seperti apa adanya
2.      Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual
3.      Membatalkan kontrak
Jual beli secara al-murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negoisasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang di gunakan adalah murabahah kepada pemsesan pembeli (murabahah KKP). Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memnuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya. Supaya lebih jelas kita lihat skema Bai’i al-murabahah
A.    Ketentuan Murabahah
Menurut fatwa DSN : 04/DSN-MUI/IV/2000
1)      Nasabah mengajuakan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank
2)      Jika bank menerima maka ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
3)      Bank menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima karena secara hukum perjanjian tersebut kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli
4)      Bank di bolehkan nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan
5)      Jika nasabah menolak membeli barang, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut
6)      Jika nilai uang muka kurang dari kerugian bank, bank dapat meminta kembali kerugiannya kepada nasabah
7)      Bank boleh meminta jaminan kepada nasabah sebagai bentuk keseriusan dari akad yang akan dilakuakan
8)      Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka;
a.       Jika nasabah membeli maka ia tinggal membayar sisa harga
b.      Jika nasabah batal membeli maka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian bank dan jika tidak mencukupi, nasbah wajib melunasi kekuaranganya.
B.     Aplikasinya bai’i murabahah dalam perbankan
Murabahah KKP umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit. Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah bisa bertransaksi dengan dunia perbankan pada umumnya.
Kalangan perbankan syariah di indonesia banyak menggunakan al-murabahah secara berkelanjutan seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya, al-murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan skala akad. Al-murabahah tidak tepat diterapkan untuk skema modal kerja. Akad murabahah lebih sesuai skema tersebut. Hal ini mengintip prinsip murabahah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi.
C.     Perbedaan prinsip jual beli konvensional dengan syariah
Perbedaan antara pembiayaan syariah dengan konvensional  tentunya akad yang di gunakan. Dalam bank konvensional, pembeli diharuskan untuk mengembalikan dana yang dipinjam ditambahkan dengan bunga untuk masa yang akan datang. Penambahan bunga inilah yang adam syariah termasuk dalam riba. Sedangkan dalam pembiayaan syariah, dimana menggunakan akad murabahah yang sudah di jelaskan di atas, dimana penjual dan pembeli akan bersepakat berapa margin keuntungan yang bisa di nikmati oleh penjual.
Sumber :
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani, 2001