RESUME
PRINSIP DAN KONTRAK JUAL BELI
Bentuk-bentuk
akad jual beli para ulama dalam fiqih mu’amalahnya islamiah terbilang sangat
banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan jika tidak puluhan. Dari sekian banyak
itu, ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran
pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu
bai’i al murabahah, bai’i as-salam, dan bai’i al istishna. Yang akan kita
bahasa sekarang tentang aplikasi bai’i murabahah.
A. Pengertian
Bai’i al-murabahah
Bai’i
al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Dalam bai’i al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan
suatu tingkat keuntungan sebagai tambahanya.
Bai’i
al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan bisa disebut
sebagai murabahah kepada pemesan pembeli (KKP). Dalam kitab al-umm, imam
syafi’i menamai transaksi sejenis ini dengan istilh al-aamir bisy-syira.
B. Syarat
Bai’i al-murabahah
1. Penjual
memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
2. Kontrak
pertama harus sah sesuai dengan rukunyang ditetapkan
3. Kontrak
harus bebas dari riba
4. Penjual
harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian
5. Penjual
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
Secara
prinsip, jika syarat dalam 1,4,atau 5 tidak dipenuhi pembeli memiliki pilihan:
1. Melanjutkan
pembeli seperti apa adanya
2. Kembali
kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual
Jual
beli secara al-murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah
dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negoisasi dan berkontrak. Bila
produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang di gunakan adalah murabahah
kepada pemsesan pembeli (murabahah KKP). Hal ini dinamakan demikian karena si
penjual semata-mata mengadakan barang untuk memnuhi kebutuhan si pembeli yang
memesannya. Supaya lebih jelas kita lihat skema Bai’i al-murabahah
A. Ketentuan
Murabahah
Menurut
fatwa DSN : 04/DSN-MUI/IV/2000
1) Nasabah
mengajuakan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada
bank
2) Jika
bank menerima maka ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara
sah dengan pedagang
3) Bank
menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima karena
secara hukum perjanjian tersebut kemudian kedua belah pihak harus membuat
kontrak jual beli
4) Bank
di bolehkan nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan
awal pemesanan
5) Jika
nasabah menolak membeli barang, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka
tersebut
6) Jika
nilai uang muka kurang dari kerugian bank, bank dapat meminta kembali
kerugiannya kepada nasabah
7) Bank
boleh meminta jaminan kepada nasabah sebagai bentuk keseriusan dari akad yang
akan dilakuakan
8) Jika
uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka;
a. Jika
nasabah membeli maka ia tinggal membayar sisa harga
b. Jika
nasabah batal membeli maka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian bank
dan jika tidak mencukupi, nasbah wajib melunasi kekuaranganya.
B. Aplikasinya
bai’i murabahah dalam perbankan
Murabahah
KKP umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian
barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui
letter of credit. Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan tidak
terlalu asing bagi yang sudah bisa bertransaksi dengan dunia perbankan pada
umumnya.
Kalangan
perbankan syariah di indonesia banyak menggunakan al-murabahah secara
berkelanjutan seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya, al-murabahah
adalah kontrak jangka pendek dengan skala akad. Al-murabahah tidak tepat
diterapkan untuk skema modal kerja. Akad murabahah lebih sesuai skema tersebut.
Hal ini mengintip prinsip murabahah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi.
C. Perbedaan
prinsip jual beli konvensional dengan syariah
Perbedaan
antara pembiayaan syariah dengan konvensional
tentunya akad yang di gunakan. Dalam bank konvensional, pembeli
diharuskan untuk mengembalikan dana yang dipinjam ditambahkan dengan bunga
untuk masa yang akan datang. Penambahan bunga inilah yang adam syariah termasuk
dalam riba. Sedangkan dalam pembiayaan syariah, dimana menggunakan akad
murabahah yang sudah di jelaskan di atas, dimana penjual dan pembeli akan
bersepakat berapa margin keuntungan yang bisa di nikmati oleh penjual.
Sumber
:
Antonio,
Muhammad Syafi’i. Bank Syariah : dari
Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani, 2001