LEMBAGA
ZAKAT DAN WAKAF
A.
Pengertian
Zakat secara harfiah
mempunyai makna pensucian, pertumbuhan, berkah. Menurut istilah zakat berarti
kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaan nya yang
tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat
yang telah ditentukan.
Menurut Hamdan Rasyid,
di dalam al-qur’an kata zakat disebutkan sebanyak 32 kali dan sebagian besar
beriringan dengan kata shalat. Bahkan jika digabung dengan perintah untuk
memnerikan infak, sedekah untuk kebaikan dan memberi makan fakir miskin maka
jumlahnya mencapai 115 kali.
Zakat menurut UU No. 38
Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
B.
Pengertian Wakaf
Wakaf diambil dari kata “waqafa” yang
berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan
suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga
wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dalam hal ini bisa bank
syariah maupun lembaga swasta dalam ketentuan hasil atau manfaatnya digunakan
sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah diwakfkan keluar dari hak milik yang
mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir tetapi menjadi hak milik
Allah dalam pengertian masyarakat umum.
Wakaf tunai
R
Dalam wakaf terdapat 4 rukun, yaitu:
a. Al
Wakif: Orang yang melakukan perbuatan wakaf hendaklah dalam keadaan sehat
rohaninya dan tidak dalam keaddan terpaksa atau dalam keaddan jiwanya tertekan.
b. Al
Mauquf: Harta benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya atau zatnya yang
bersifat abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat
diambil manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c. Al
Mawqul ‘alaih: Sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf dapat
dibagi menjadi dua macam, wakaf khairi dimana wakaf dimana wakifnya tidak
membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tapi untuk kepentingan umum,
sedangkan wakaf dzurri adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya
untuk pihak tertentu, yaitu keluarga keturunannya.
d. Sighah:
Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan, maupun isyarat.
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai adalah:
a. Menggalang
tabungan sosial dan mentranformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial
serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b. Meningkatkan
investasi sosial.
c. Menyisihkan
sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada fakir
miskin dan anak-anak generasi berikutnya.
d. Menciptakan
kesadaran diantara orang-orang kaya/berkecukupan menggali tanggung jawab sosial
mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
e. Menciptakan
integrasi antara keamanan dan kedamaian sosial serta meningkatkan
kesejahteraan.
C.
Perbandingan
zakat dan wakaf pada masa Rasululloh dengan masa sekarang
·
Pada
masa Rasulullah
Pada awalnya diwajibkan
zakat pada masa Rasulluloh SAW pelaksana zakat ditangani sendiri oleh Rasul
SAW. Beliau mengirim para petugasnya untuk menarik zakat dari orang-orang yang
ditetepkan sebgai pembayar zakat, lalu dicatat dikumpilkan di jaga dan akhirnya
dibagi kepada para penerima zakat (al-asnaf al-samaniyyah), Rasullulah SAW pernah
memperkerjakan seorang pemuda dari suku asad yang bernama ibnu lutaibah untuk
mengurus urusan zakat bani sulaim. Pernah pula mengutus ali bin Abi thalib ke
yaman untuk menjadi amil zakat. Muaz bin Jabal pernah di utus Rasullulah SAW
pergi ke yaman, di samping bertugas sebagai da’i (menjelasakan islam secara
umum) juga mempunyai tugasa khusus menjadi amil zakat. Demikian pula yang
dilakukan oleh para khulafah ar-rasyidin sesudahnya, mereka selalu mempunyai
petugas khusus yang mengatur masalah zakat, baik pengambilan maupun
pendistribusiannya. Diambil zakat dari muzaki ( orang yang memiliki kewajiban
berzakat ) melaui amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada mustahik,
menunjukan kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal karitatif
(kedermawanan), tetapi juga ia suatu kewajiban yang juga bersifat otoritatif
(ijabari).
Dalam kontek
kenegaraan, zakat seharusnya menjadi bagian utama dalam penerimaan negara.
Zakat seharusnya menjadi bagian utama dalam penerimaan negara. Zakat harus
masuk dalam kerangka kebijakan fiskal negara dan bukan hanya dijadikan
pengeluaran pengurangan penghasilan kena pajak, karena justru akan mengurangi
pendapatan negara. Zakat harus dikelola oleh negara dan ditegakan hukumnya
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek tentang zakat.
·
Pada
masa sekrang
Masyarakat
Indonesia banyak berwakaf dan sedikit berzakat pada saat awal colonial, pra
kemerdekaan dan kemerdekaan. Karena itu permasalahan mendasar. Sebelum zaman
orde baru, praktek zakat di Indonesia hanya sebatas zakat fitrah yang dilakukan
umat Muslim sekali setahun pada bulan Ramadhan saja, walaupun ada zakat maal
yang objeknya hanya zakat tanaman hasil panen. Sedangkan zakat perniagaan dan
zakat emas tidak diterapkan.Pada masa pemerintahan kolonial, zakat dan wakaf
tidak semata-mata digunakan untuk kepentingan agama. Hasil zakat dan wakaf
merupakan alat politik sebagai dukungan materi untuk gerakan pemberontakan
melawan penguasa kolonial saat itu. Oleh karena itu zakat mengundang perhatian
masyarakat kolonial. Jika makin besar dana zakat yang dikumpulkan masyarakat
Muslim Indonesia, takutnya digunakan untuk dana pemberontakan melawan mereka.
Sebagai
upaya agar wakaf dan zakat tidak digunakan untuk kesejahteraan sosial di
kalangan masyarakat Muslim serta tujuan politik. Maka zakat sering digunakan
oleh pejabat agama dan pemerintah kolonial untuk mensubsidi upacara perayaan
resmi atau untuk perbaikan kantor negara. Kondisi wakaf dan zakat tidak dapat
dipisahkan dari peran organisasi Muslim di Indonesia. Mereka berfungsi sebagai
agen sosial dan perkembangan agama. Metode yang diterapkan pun beragam, mulai
dari mengikuti prinsip-prinsip sistem ritual sesuai dengan fiqh klasik, ataupun
modern seperti diatur oleh departemen tertentu dengan memberikan manfaat bagi
sekolah-sekolah, rumah sakit dan kegiatan sosial.
Meskipun
perkembangan zakat terlihat signifikan berkat pertumbuhan lembaga amil zakat,
namun beberapa masalah masih belum terselesaikan mengenai sinergi antara
lembaga amil zakat dan antara pemerintah dan lembaga amil zakat. Dengan kata
lain, masing-masing lembaga zakat memiliki program dn misi sendiri tanpa
koordinasi dan kerjasama dengan lembaga lain sebagai sarana untuk memaksimalkan
dampak dan menghindari tumpang tindih.
Adanya
kelemahan negara dalam melayani masyarakat, maka wajar jika banyak bermunculan
lembaga independen yang menangani zakat. Dan dengan munculnya lembaga
independen ini,banyak terdapat persaingan yang memunculkan oknum. Maka,
dibutuhkan regulasi sebagai jaminan aman masyarakat terhadap operasional
lembaga ini.
Dalam
proses perjalanan sejarah, maka pada tanggal 23 September 1999 Bangsa Indonesia
telah memiliki hukum berupa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, yang pelaksanaan dan pedoman teknis diatur dalam
Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 yang telah disempurnakan dengan
keputusan Menteri Agama No.373 tahun 2003 dan Keputusan Direktur Jenderal
bimbingan Masyarakat Nomor D-29 Tahun 2000. Dengan dikeluarkannya peraturan
perundang-undangan tentang pengelolaan zakat tersebut selangkah lebih maju
Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian dan
pelayanan ibadah zakat khususnya bagi umat Islam, karena zakat sebagai rukun
Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan
diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik
(profesional, amanah, transparan dan bertanggung jawab) maka zakat merupakan
sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan bagi kesejahteraan
masyarakat terutama pengentasan kemiskinan dan pemberantasan kesenjangan
sosial.
Dalam
Undang-undang 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan antara lain:
1.
Pengelolaan Zakat
adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. (pasal 1
ayat 1)
2.
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan
oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. (pasal 1 ayat
1)
3.
Setiap warga negara Indonesia yang
beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim
berkewajiban menunaikan zakat. (pasal 2)
4.
Pemerintah berkewajiban memberikan
perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzaki, mustahiq, dan amil zakat.
(pasal 3)
5.
Pengelolaan zakat berdasarkan iman dan
taqwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. (pasal 4)
Pengelolaan
Zakat bertujuan :
1.
Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat
dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama.
2.
Meningkatkan fungsi dan peranan pranata
keagamaan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3.
Meningkatnya hasil guna dan daya guna
zakat.
4.
Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan
Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah sesuai dengan tingkatan dan
Lembaga Amil Zakat yang dibentuk masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah.
Pengelolaan
zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan
kafarat.Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam
undang-undang ini ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang
terdiri dari atas ulama, kaum cendekia dan masyarakat.
Selama
ini potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum
dikelola secara profesional. Hal ini disebabkan belum efektifnya Lembaga Zakat
yang menyangkut aspek pengumpulan administrasi, pendistribusian, monitoring
serta evaluasinya. Dengan kata lain, Sistem Organsisasi dan Manajemen
Pengelolaan Zakat hingga kini dinilai masih bertaraf klasikal, bersifat
konsumtif dan terkesan Inefisiensi sehingga kurang berdampak sosial yang
berarti.
Dengan
alasan tersebut maka sangatlah penting peran Pemerintah dalam mengatasi masalah
zakat tersebut. Melalui Lembaga Amil Zakat baik di Pusat maupun di Daerah
diharapkan pengelolaan zakat dapat optimal. Peran Pemerintah dengan
dikeluarkannya UU No. 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat telah membawa
dampak positif bagi Umat Islam dalam mengelola zakat dari para muzakki.
Sumber :
Soemitra, andri. Bank dan lembaga keuangan
syariah,(Jakarta: kencana media grup,2009)
arifantora.blogspot.com
Hadinoto
,Pandji. Sejarah Zakat dari Zaman Pra-Islam. Online.
http://jakarta45.wordpress.com/2009/07/19/sejarah-zakat-dari-zaman-pra-islam/diakses
tanggal 13 Juni 2013.
Hudarsono,Heri.
2004. Konsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar. Yogyakarta : Ekonisia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar