Rabu, 01 Januari 2014

LEMBAGA ZAKAT DAN WAKAF


LEMBAGA ZAKAT DAN WAKAF

A.    Pengertian

Zakat secara harfiah mempunyai makna pensucian, pertumbuhan, berkah. Menurut istilah zakat berarti kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaan nya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan.
Menurut Hamdan Rasyid, di dalam al-qur’an kata zakat disebutkan sebanyak 32 kali dan sebagian besar beriringan dengan kata shalat. Bahkan jika digabung dengan perintah untuk memnerikan infak, sedekah untuk kebaikan dan memberi makan fakir miskin maka jumlahnya mencapai 115 kali.
Zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
B.     Pengertian Wakaf
Wakaf diambil dari kata “waqafa” yang berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dalam hal ini bisa bank syariah maupun lembaga swasta dalam ketentuan hasil atau manfaatnya digunakan sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah diwakfkan keluar dari hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian masyarakat umum.
Wakaf tunai
R
Dalam wakaf terdapat 4 rukun, yaitu:
a.       Al Wakif: Orang yang melakukan perbuatan wakaf hendaklah dalam keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keaddan terpaksa atau dalam keaddan jiwanya tertekan.
b.      Al Mauquf: Harta benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya atau zatnya yang bersifat abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat diambil manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c.       Al Mawqul ‘alaih: Sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, wakaf khairi dimana wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tapi untuk kepentingan umum, sedangkan wakaf dzurri adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu, yaitu keluarga keturunannya.
d.      Sighah: Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan, maupun isyarat.
                             


Tujuan dari penggalangan wakaf tunai adalah:
a.       Menggalang tabungan sosial dan mentranformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b.      Meningkatkan investasi sosial.
c.       Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi berikutnya.
d.      Menciptakan kesadaran diantara orang-orang kaya/berkecukupan menggali tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
e.       Menciptakan integrasi antara keamanan dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan.

C.    Perbandingan zakat dan wakaf pada masa Rasululloh dengan masa sekarang
·         Pada masa Rasulullah
Pada awalnya diwajibkan zakat pada masa Rasulluloh SAW pelaksana zakat ditangani sendiri oleh Rasul SAW. Beliau mengirim para petugasnya untuk menarik zakat dari orang-orang yang ditetepkan sebgai pembayar zakat, lalu dicatat dikumpilkan di jaga dan akhirnya dibagi kepada para penerima zakat (al-asnaf al-samaniyyah), Rasullulah SAW pernah memperkerjakan seorang pemuda dari suku asad yang bernama ibnu lutaibah untuk mengurus urusan zakat bani sulaim. Pernah pula mengutus ali bin Abi thalib ke yaman untuk menjadi amil zakat. Muaz bin Jabal pernah di utus Rasullulah SAW pergi ke yaman, di samping bertugas sebagai da’i (menjelasakan islam secara umum) juga mempunyai tugasa khusus menjadi amil zakat. Demikian pula yang dilakukan oleh para khulafah ar-rasyidin sesudahnya, mereka selalu mempunyai petugas khusus yang mengatur masalah zakat, baik pengambilan maupun pendistribusiannya. Diambil zakat dari muzaki ( orang yang memiliki kewajiban berzakat ) melaui amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada mustahik, menunjukan kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal karitatif (kedermawanan), tetapi juga ia suatu kewajiban yang juga bersifat otoritatif (ijabari).
Dalam kontek kenegaraan, zakat seharusnya menjadi bagian utama dalam penerimaan negara. Zakat seharusnya menjadi bagian utama dalam penerimaan negara. Zakat harus masuk dalam kerangka kebijakan fiskal negara dan bukan hanya dijadikan pengeluaran pengurangan penghasilan kena pajak, karena justru akan mengurangi pendapatan negara. Zakat harus dikelola oleh negara dan ditegakan hukumnya dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek tentang zakat.
·         Pada masa sekrang
Masyarakat Indonesia banyak berwakaf dan sedikit berzakat pada saat awal colonial, pra kemerdekaan dan kemerdekaan. Karena itu permasalahan mendasar. Sebelum zaman orde baru, praktek zakat di Indonesia hanya sebatas zakat fitrah yang dilakukan umat Muslim sekali setahun pada bulan Ramadhan saja, walaupun ada zakat maal yang objeknya hanya zakat tanaman hasil panen. Sedangkan zakat perniagaan dan zakat emas tidak diterapkan.Pada masa pemerintahan kolonial, zakat dan wakaf tidak semata-mata digunakan untuk kepentingan agama. Hasil zakat dan wakaf merupakan alat politik sebagai dukungan materi untuk gerakan pemberontakan melawan penguasa kolonial saat itu. Oleh karena itu zakat mengundang perhatian masyarakat kolonial. Jika makin besar dana zakat yang dikumpulkan masyarakat Muslim Indonesia, takutnya digunakan untuk dana pemberontakan melawan mereka.
Sebagai upaya agar wakaf dan zakat tidak digunakan untuk kesejahteraan sosial di kalangan masyarakat Muslim serta tujuan politik. Maka zakat sering digunakan oleh pejabat agama dan pemerintah kolonial untuk mensubsidi upacara perayaan resmi atau untuk perbaikan kantor negara. Kondisi wakaf dan zakat tidak dapat dipisahkan dari peran organisasi Muslim di Indonesia. Mereka berfungsi sebagai agen sosial dan perkembangan agama. Metode yang diterapkan pun beragam, mulai dari mengikuti prinsip-prinsip sistem ritual sesuai dengan fiqh klasik, ataupun modern seperti diatur oleh departemen tertentu dengan memberikan manfaat bagi sekolah-sekolah, rumah sakit dan kegiatan sosial.
Meskipun perkembangan zakat terlihat signifikan berkat pertumbuhan lembaga amil zakat, namun beberapa masalah masih belum terselesaikan mengenai sinergi antara lembaga amil zakat dan antara pemerintah dan lembaga amil zakat. Dengan kata lain, masing-masing lembaga zakat memiliki program dn misi sendiri tanpa koordinasi dan kerjasama dengan lembaga lain sebagai sarana untuk memaksimalkan dampak dan menghindari tumpang tindih.
Adanya kelemahan negara dalam melayani masyarakat, maka wajar jika banyak bermunculan lembaga independen yang menangani zakat. Dan dengan munculnya lembaga independen ini,banyak terdapat persaingan yang memunculkan oknum. Maka, dibutuhkan regulasi sebagai jaminan aman masyarakat terhadap operasional lembaga ini.
Dalam proses perjalanan sejarah, maka pada tanggal 23 September 1999 Bangsa Indonesia telah memiliki hukum berupa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang pelaksanaan dan pedoman teknis diatur  dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 yang telah disempurnakan dengan keputusan Menteri Agama No.373 tahun 2003 dan Keputusan Direktur Jenderal bimbingan Masyarakat Nomor D-29 Tahun 2000. Dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat tersebut selangkah lebih maju Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian dan pelayanan ibadah zakat khususnya bagi umat Islam, karena zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik (profesional, amanah, transparan dan bertanggung jawab) maka zakat merupakan sumber dana  potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan bagi kesejahteraan masyarakat terutama pengentasan kemiskinan dan pemberantasan kesenjangan sosial.
Dalam Undang-undang 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan antara lain:
1.      Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. (pasal 1 ayat 1)
2.      Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. (pasal 1 ayat 1)
3.      Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim berkewajiban menunaikan zakat. (pasal 2)
4.      Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzaki, mustahiq, dan amil zakat. (pasal 3)
5.      Pengelolaan zakat berdasarkan iman dan taqwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. (pasal 4)
Pengelolaan Zakat bertujuan :
1.      Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama.
2.      Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3.      Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
4.      Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah  sesuai dengan tingkatan dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah.
Pengelolaan zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam undang-undang ini ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang terdiri dari atas ulama, kaum cendekia dan masyarakat.
Selama ini potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum dikelola secara profesional. Hal ini disebabkan belum efektifnya Lembaga Zakat yang menyangkut aspek pengumpulan administrasi, pendistribusian, monitoring serta evaluasinya. Dengan kata lain, Sistem Organsisasi dan Manajemen Pengelolaan Zakat hingga kini dinilai masih bertaraf klasikal, bersifat konsumtif dan terkesan Inefisiensi sehingga kurang berdampak sosial yang berarti.
Dengan alasan tersebut maka sangatlah penting peran Pemerintah dalam mengatasi masalah zakat tersebut. Melalui Lembaga Amil Zakat baik di Pusat maupun di Daerah diharapkan pengelolaan zakat dapat optimal. Peran Pemerintah dengan dikeluarkannya UU No. 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat telah membawa dampak positif bagi Umat Islam dalam mengelola zakat dari para muzakki.
Sumber :
Soemitra, andri. Bank dan lembaga keuangan syariah,(Jakarta: kencana media grup,2009)
arifantora.blogspot.com
Hadinoto ,Pandji. Sejarah Zakat dari Zaman Pra-Islam. Online.

Hudarsono,Heri. 2004. Konsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar. Yogyakarta : Ekonisia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar