RESUME
LEMBAGA KEUANGAN BANK SYARIAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Lembaga
Ekonomi dan Keuangan Syariah
Disusun oleh :
Fitria Marsyaeliani
Semester III
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL
AQRAM
(STAIDA)
(2012-2013)
LEMBAGA KEUANGAN BANK
SYARIAH
A. Lembaga
Keuangan Syariah
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument
yang digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan
keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan. Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa
ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai. Padahal ilmu ekonomi merupakan
ilmu yang syarat orientasi nilai.
Sebenarnya, bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan
larangan bisnis yang berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi,
perjudian, dan aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak
bermoral dan antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk
memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi
masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan
iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam
mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al
Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan
istilah Sistem Ekonomi Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan
ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan
banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak
dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang
meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek
perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini,
menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai dengan pandangan
Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca
keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati,
perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi Keseimbangan merupakan
faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah
sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga
tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis,
tetapi Islam mengakui hak individul dan masyarakat.
Lembaga Keuangan Syariah
sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam menjalankan bisnis dan
usahanya juga tidak terlepas dari saringan Syariah. Oleh karena itu, Lembaga
Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya
terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi
masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila, perjudian,
peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan
syiar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus
terdapat dalam oprasionalnya.
Lembaga keuangan syariah berada dalam koridor-koridor prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil
sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan
dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai
mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat
mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan
golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil
alamin.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal
bunga, baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam
pembiayaan bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra ,
penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana
dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak
menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan
di depan meskipun bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
Sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga
tersebut tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum pengusaha
sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada akhirnya akan
menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan kerja serta laju
pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah akan menghukum para penabung
dan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, karena suku bunga yang
rendah akan mengurangi rasio tabungan kotor, merangsang pengeluaran konsumtif
sehingga akan menimbulkan tekanan inflasioner, serta mendorong investasi yang
tidak produktif dan spekulatif yang pada akhirnya akan menciptakan kelangkaan
modal dan menurunnya kualitas investasi.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan
Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2.
Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan
Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4.
Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5.
Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah
modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi
materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan.
Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai
kemampuan di bidangnya.
B.
Contoh Lembaga Keuangan Syariah
Secara garis besar dapat di gambarkan lembaga-lembaga
keuangan syariah yang ada yaitu:
1.
Bank Syariah
I.
Pengertian
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi
utamanya adalah menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman
uang, pada awalnya istilah bank memang
tidak di dikenal di dunia islam, yang lebih dikenal adalah jihbiz yang mempunyai arti penagih
pajak yang pada waktu itu jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak
pada benda yang kena pajak yaitu barang
dan tanah.
Pada
zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukaran uang yang
pada waktu itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan fulus yang terbuat
dari tembaga, dengan adanya fulus para gubernur pemerintahan cenderung mencetak
fulusnya masing-masing sehingga akan berbeda-beda nilai dari fulus tersebut,
kemudian ada sistem penukaran uang. Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga
menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang.
II.
Sejarah Bank Syariah
Ide untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul
sejak lama dan ditandai dengan munculnya para pemikir islam yang menulis
mengenai bank syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi
(1948), dan Mahmud Ahmad (1952) dan ditulis kembali secara terperinci oleh
Mawdudi (1961), selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun
1944-1962 bisa dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan syariah.
Perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia
sekitar tahun 1940, yang pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah
haji secara non-konvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr
Lokal Saving Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab
Saudi. Dalam jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan membuka
sembilan cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang.
Gagasan lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di
Kuala Lumpur pada tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Di
Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan
1970 yang dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan
Seminar Internasional pada tahun 1976. Bank syariah pertama di Indonesia adalah
Bank Muamalat yang merupakan hasil kerja tim Perbankan MUI yang ditandatangani
pada tanggal 1 Nopember 1991.
III.
Produk-produk Bank Syariah
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi
tiga yaitu Produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa
yang diberikan bank kepada nasabahnya.
2.
Bank Perkreditan Rakyat Syariah
i.
Pengertian
Menurut undang-undang (UU)
Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan
uang hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada
UU Perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga keuangan
bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang
menggunakan prinsip syariah tertuang pada surat Direksi Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada teknisnya BPR syariah beroperasi
layaknya BPR konvensional namun menggunakan prinsip syariah.
3. Asuransi Syariah
I.
Pengertian
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan
dengan kata at-tamin yang secara
bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa
zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian,
yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung,
yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang
dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah
usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.
II.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat
dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi
controversial, dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok,
adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan
asuransi.berikut alasan / argumentasinya :
Alasan ulama yang
mengharamkan praktek asuransi, adalah :
·
Asuransi mengandung unsur
perjudian yang sangat dilarang di islam
·
Asuransi mengandung unsur ketidakpastian
·
Asuransi mengandung unsur
riba yang dilarang dalam islam
·
Asuransi termasuk jual-beli
atau tukar-menukar mata uang tidak secara tunai
·
Asuaransi obyek bisnisnya
digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah
SWT
·
Asuransi mengandung unsur
eksploitasi yang bersifat menekan
Argumentasi ulama dalam
memperbolehkan asuransi, adalah :
·
Tidak terdapat nash Al-Qur’an
atau Hadist yang melarang asuransi
·
Dalam asuransi terdapat
kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak
·
Asuransi menguntungkan kedua
belah pihak
·
Asuransi mengandung unsur
kepentingan umum, sebab premi-premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan
pembangunan
·
Asuransi termasuk akad
mudharobah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi
·
Asuransi termasuk syirikah
at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong
iii.
Akad Pada Asuransi Syariah
Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad
tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu
pihak kepada pihak yang lain.
Dengan akad tabbaru’ berarti peserta asuransi telah melakukan
persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk menyerahkan
pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan dimanfaatkan
untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian. Akad tabarru’
ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling tolong-menolong
antara peserta asuransi untuk saling menanggung (tafakul) bersama
Akad
lain yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad mudharabah , yaitu satu bentuk akad yang
didasarkan pada prinsip profit dan loss sharing atas untung dan rugi, dimana
dana yang terkumpul dalam total rekening tabungan dapat di investasikan oleh
perusahaan asuransi yang risiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan
dan nasabah.
Sumber :
Arbi,
Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. Jakarta:Djambatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar